Kamis, 01 Mei 2014

Konseling Pastoral terhadap okultisme

konseling terhadap okultisme

I.              Pendahuluan
Okultisme berarti keterlibatan atau keterkaitan dengan kuasa iblis, melalui praktek-praktek perdukunan, pertapaan, sihir, santet, mantra, dan sebagainya, yang bertujuan memohon, atau mengandalkan pertolongan dari kekuatan gaib, kekuatan alam yang berasal dari iblis. Ada tiga langkah, roh jahat atau okultisme memasuki kehidupan seseorang yakni mencobai / mempengaruhi (Kej 3; Mat. 4; 1Kor. 10:13), menjajah / menekan (Im. 19:31; 1Sam. 28:7-8, 2Tim 1:7).
Atas latar belakang masalah inilah, bangsa maupun warga gereja membutuhkan terang untuk mengusir kegelapan. Sebab kelepasan dari okultisme mutlak perlu bagi setiap orang. Maka salah satu langkah memberikan kelepasan ialah melalui konseling pastoral. Oleh sebab itu penyaji akan memaparkan bagaimana seorang gembala melakukan konseling terhadap okultisme, berikut uraiannya.
II.           Pandangan Alkitab tentang Okultisme
Di dalam Alkitab banyak ayat yang menjelaskan mengenai okultisme. Dengan demikian orang percaya dapat mengerti strategi atau hal-hal yang berhubungan dengan kuasa gelap. Okultisme berasal dari kata latin occultus, yang berarti tersembunyi, rahasia, sial, celaka, gaib, gelap, misterius. Dengan demikian okultisme berarti penglibatan diri dengan kuasa kegelapan dan gaib agar mengalami hal-hal yang rahasia, aneh dan misterius. Istilah okultisme dipakai untuk menyebut kepercayaan atau praktek-praktek yang menyangkut tentang hal-hal yang gelap, rahasia, tersembunyi dan khususnya tentang iblis dan setan-setan[1]. Ada pula yang mengatakan bahwa okultisme adalah suatu yang berhubungan dengan kekuatan supranatural, misterius dan magis.[2]
Dalam Alkitab, untuk menyebut roh jahat itu sering dipakai kata setan dan iblis. Istilah setan dan iblis yang dipakai dalam Alkitab suatu hal yang berbeda namun sifat dan karakternya sama yaitu menentang Allah. Setan (dipergunakan kurang lebih sebanyak lima puluh dua kali) berasal dari kata Ibrani “satan” berarti musuh atau lawan (Za. 3:1; Mat. 4:10; Why 12:9; 20:2). Iblis (dipergunakan sekitar tiga puluh lima kali) berasal dari kata Yunani “diabolos” yang mengandung arti pemfitnah (Mat. 4:1; Ef. 4:27; Why 12:9; 20:2)[3]. Iblis sering memakai beberapa tipu muslihat atau strategi untuk menghalangi karya Allah dalam kehidupan orang percaya. Banyak hal yang ditawarkan iblis kepada manusia, hal inilah yang perlu diwaspadai setiap orang percaya. Wesley J. Brill menjelaskan:
Pada mulanya iblis adalah seorang malaikat terang yang agung dan suci. Iblis telah memberontak dan mendurhaka kepada Allah, tetapi sebabnya kita tidak tahu. Hanya ada sedikit keterangan dalam Alkitab mengenai sebabnya dosa dalam diri iblis, yaitu kesombongan. Dosa berasal dari kehendak iblis. Tuhan Allah telah
menjadikan malaikat-malaikat dengan kehendak yang bebas, dan hal itu akan menjadi baik asal dipimpin dengan baik. Jadi rupanya dosa mulai ada ketika iblis mendurhaka kepada Allah[4].
          Atas dasar inilah konseling pastoral merupakan sebagai bentuk pelayanan yang sifatnya membantu menolong, menguatkan orang lain berdasarkan pada kebenaran Firman Tuhan. Maka konseling yang efektif harus dilakukan oleh kaum awam, orang-orang yang takut akan Tuhan, jujur, sensitif, bertangung jawab, dan mau membagikan kasus-kasus yang sulit kepada konselor yang lebih berpengalaman.            Dasar pelayanan konseling Kristen yaitu Firman Allah yang tertulis, yaitu standar kebenaran untuk menilai dan mengubah setiap sikap tingkah laku manusia. Setiap konsep bimbingan Alkitabiah harus dibangun atas dasar pemikiran bahwa sungguh ada pribadi Allah yang tidak terbatas yang telah menyatakan diriNya melalui Yesus Kristus. Firman yang hidup. Firman Allah dinyatakan melalui Alkitab harus menjadi standar kebenaran yang mutlak[5].
          Tujuan konseling ini secara spesifik harus memiliki sasaran yang paling utama dan yang terutama dalam pembimbingan yaitu memperkenalkan konseli kepada Yesus Kristus dengan kuasa Roh Kudus dan kasih karunia Allah dan membantu konseli agar berubah menjadi seperti Kristus. Konseling Kristen sebagai proses pelayanan supaya konseli memiliki perubahan hidup dan mengalami pemulihan atas campur tangan Roh Kudus serta menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadi sehingga konseli hidup dan bertumbuh di dalam kerohanian yang lebih baik[6].
III.        Bentuk-Bentuk Okultisme
Bentuk-bentuk okultisme atau ilmu gaib lainnya yang biasa dipakai untuk meramalkan nasib seseorang misalnya: astrologi, horoskop, chronomancy, geomancy, penyembahan berhala. Penyembahan kepada arwah leluhur dengan jimat[7].  Astrologi ialah penafsiran nasib manusia beradsarkan petunjuk bintang-bintang di langit saat orang itu dilahirkan. Astrologi adalah takhayul yang menganggap bahwa nasib hidup manusia, bakat dan watak manusia terpengaruh atau ditentukan dan dikuasai oleh bintang-bintang.
Astrologi merupakan bentuk ramalan kuno yang masih dipraktekkan oleh banyak penyihir. Astrologi berdasarkan keyakinan bahwa bintang, planet, perbintangan, dan benda-benda langit lainnya mempengaruhi atau sesungguhnya menentukan kepribadian, tingkah laku, urusan manusia, peristiwa-peristiwa di bumi, dan sebagainya[8]. Horoskop berhubungan dengan matahari, bulan, bintang, hari kelahiran manusia. Dalam penggunaan horoskop yang dilakukan oleh banyak orang dan sangat berpengaruh sampai saat ini adalah meramal nasib.
Melalui hal ini maka kita melihat, pasti akan ada dampak/akibatnya bagi anggota gereja. Apakah itu? Yakni akibat-akibat keterlibatan okultisme bagi anggota gereja baik bagi orang yang belum percaya Yesus dengan “orang yang sudah percaya” pada dasarnya sama. Akibat yang ditimbulkan dari keterlibatan dengan okultisme sangat mengganggu dalam kehidupan anggota gereja.
Karena Iblis berusaha mempengaruhi kehidupan anggota gereja dengan menggoda orang percaya dalam dosa, menuduh orang percaya dan membuat orang percaya kecil hati. Kadang-kadang ia juga menyebabkan berbagai macam penyakit, baik itu sakit secara fisik, psikis dan rohani kita[9].
Akibat bagi rohani: Roh orang percaya berada dalam kesatuan dengan Allah. Anggota gereja yang terlibat praktek okultisme bisa berkemungkinan kehidupan rohaninya masih terpisah dari Allah (Ef. 2:21), tetapi bisa juga orang tersebut sudah percaya Yesus tetapi rohaninya tidak bertumbuh. Akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa (Kej. 3:8-4:9), maka hubungan antara Allah dengan manusia terpisah. Orang percaya yang masih terlibat dengan praktek okultisme kerohaniannya mandul[10]. Orang yang semacam ini adalah orang yang sering hidup dalam dosa, sebab ia tidak mempercayakan hidupnya kepada Kristus dan Roh Kudus untuk memimpin dan menguasainya
Akibat yang dapat ditimbulkan kare na keterlibatan dengan praktek okultisme pertama, kehidupan persekutuan anggota gereja dengan Tuhan menjadi rusak, sebab terlibat dengan okultisme merupakan kekejian bagi Tuhan. Kedua, pandangan rohaninya terhadap kebenaran Allah dan anugerahnya kurang jelas karena cengkeraman dan kekuasaan iblis atas manusia yang telah terlibat dalam praktek okultisme itu. Ketiga, secara praktis orang-orang semacam ini tidak tertarik terhadap hal-hal rohani atau hal-hal yang menjadikan rohaninya bertumbuh seperti membaca Firman Tuhan, berdoa dan beriadah dengan sungguh-sungguh[11].
Akibat bagi fisik, orang yang ingin berhasil tanpa harus bekerja keras melibatkan diri dengan praktek okultisme kemudian menjadi mangsa dan korban harus menderita sakit karena tidak bisa memenuhi syarat-syarat yang diinginkan iblis. Dalam hal ini, iblis berkarya secara halus dan rapi sehingga bisa saja seseorang yang mengalaminya tidak menyadari atau bahkan tidak mengetahui bahwa iblis telah mempergunakan celah tersebut[12].
Akibat secara psikologis dapat dilihat dari akibat bagi pikiran yaitu usaha iblis yang terutama untuk menyerang anggota gereja adalah menawan pikiran orang percaya (Rm. 7:23; 8:5-7)[13]. Keterlibatan dengan praktek okultisme menyebabkan seseorang memiliki pikiran negatif terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Akibat bagi perasaan jika terlibat dengan praktek okultisme ialah perasaan malu dan bersalah, marah, perasaan rendah diri, kekuatiran dan depresi. Akibat bagi kehendak jika terlibat dengan praktek okultisme yaitu penuh keangkuhan dan menentang pengenalan akan Allah, suka menipu seperti iblis dan penuh kebohongan[14].
IV.        Sikap Allah terhadap Okultisme
Alkitab menyebutkan bahwa tindakan atau kepercayaan kepada ilah palsu itu sebagai “perzinahan rohani,” yang dianggap dosa yang lebih keji daripada perzinahan jasmani. Berdasarkan pengertian tersebut, maka peringatan yang diberikan dalam kitab Amsal 5:3-6 untuk tidak sekali-kali berhubungan dengan “perempuan jalang” atau perempuan yang berzinah seharusnya juga diperhatikan dalam kaitannya dengan dunia mistik ini. Alkitab menjelaskan bahwa roh-roh jahat dapat memperoleh tempat berpijak (Ef. 4:27). Keterlibatan dengan praktek okultisme adalah suatu tempat yang sudah diambil oleh iblis, suatu tempat semi permanen di suatu sudut peta dalam kehidupan seorang Kristen[15]. Pandangan Tuhan terhadap orang-orang yang melakukan hal-hal yang berhubungan dengan kuasa gelap dinyatakan dengan jelas dalam Ulangan 18:10-13 seperti yang dikutip oleh Prince yaitu:
Diantaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang  yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, seorang pemantra, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah, atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati. Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal itu adalah kekejian bagi Tuhan, dan oleh karena kekejian-kekejian inilah Tuhan Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu. Haruslah engkau hidup dengan tidak bercela di hadapan Tuhan Allahmu[16].
          Dari bukti Alkitab ini, dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu yang membuat anggota gereja yang menyimpang atau berpaling dari Allah harus ditolak, agar hidup di hadapan Allah memperoleh suatu kemenangan.  Allah jelas mengutuk dan memperingatkan anggota gereja terhadap berbagai pandangan dan praktek okultisme[17]. Oleh karena itu, sebagai orang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus harus mempertahankan iman dan tidak tergoda dengan tawaran okultisme, berani menolak dengan resiko apapun. Maka peranan konseling sangat dibutuhkan dalam membimbing masalah okultisme. Konseling kristen harus memiliki peranan positif untuk menolong anggota gereja yang terikat dengan kuasa gelap atau okultisme. Adapun peranan konseling tersebut adalah sebagai berikut:
Pelayanan pengajaran. Pengajaran merpakan pokok penting dalam gereja. Oleh sebab itu pengajaran harus sesuai dengan Firman Tuhan, bukan dengan logika manusia. Peranan Alkitab sangat penting dalam membentuk kehidupan orang percaya. Terhadap okultisme, Alkitab dengan tegas mengajarkan akan bahayanya orang yang menyembah kepada kuasa-kuasa okultisme, yang menyangkut tentang kuasa kegelapan yang disebarkan oleh iblis. Peranan Roh Kudus yaitu memberikan kekuatan dan kesanggupan dalam menghadapi kesusahan, dukacita, ketakutan atau dalam keadaan apa saja[18].
Pelayanan konseling pribadi. Pelayanan ini dapat dilakukan oleh seorang konselor atau hamba Tuhan untuk menolong anggota gereja bebas dari kuasa gelap. Melalui pelayanan konseling ini, konselor akan melakukan pengecekan terhadap penerimaan Yesus secara pribadi; pengakuan kepada Tuhan; memohon pengampunan dari Tuhan; pelayanan doa pelepasan; meyakinkan tentang identitas baru di dalam Kristus. Pelayanan pemuridan (follow up) sangat penting kepada orang yang baru dilepaskan dari ikatan kuasa gelap. Strategi yang harus dilakukan gereja adalah memuridkan atau membimbing secara pribadi agar konseli semakin mengenal Yesus dan semakin bertumbuh di dalam Yesus Kristus. Pelayanan pemuridan itu sebagai berikut:
Pertama, hadir aktif dalam ibadah persekutuan gereja. Maksudnya hadir aktif dalam pertemuan-pertemuan ibadah dapat menguatkan iman orang percaya untuk terus bertumbuh dalam pengenalan akan Allah[19]. Sehingga dalam sebuah persekutuan akan muncul sikap saling menolong, mendoakan dan mendukung satu sama lain. Persekutuan dan persatuan ynag kuat inilah yang Tuhan mau terjadi di antara orang percaya untuk saling menolong, saling mendukung dan saling mendoakan sehingga anggota gereja tidak mudah jatuh dalam perangkap iblis.
Kedua, bertekun dalam doa setiap hari. Doa harian sangat penting untuk keberhasilan setiap orang Kristen. Doa bukan hanya saja suatu hubungan komunikasi langsung dengan Bapa surgawi, melainkan juga bantuan bagi orang percaya untuk tinggal di dalam Yesus Kristus (Yoh. 15). Paulus memperingatkan orang percaya untuk berdoa dengan tidak jemu-jemu (ITes. 5:17)[20]. Hal yang menarik menurut saya, sehingg suatu kehidupan doa harian dapat memberikan kepada orang percaya kekuatan untuk mengatasi tawaran-tawaran Iblis dan merupakan keharusan bagi proses pendewasaan.
Ketiga, pembacaan Alkitab harian. Membaca Alkitab setiap hari sama dengan memberi makan rohani orang percaya setiap hari dengan Firman Allah. Orang percaya tidak cukup hanya bergantung pada gereja untuk memberikan makanan rohani. Orang percaya harus menyantap Firman setiap hari untuk dapat bertumbuh di dalam Kristus[21]. Maka dengan membaca Alkitab setiap hari akan menjaga orang percaya tetap bersih dari kejahatan-kejahatan Iblis, mendorong orang percaya melakukan hal-hal yang berasal dari Allah, dan hidup dalam janji-janjiNya.
Keempat, berusaha menolak ajakan untuk kembali terlibat dengan okultisme. Orang percaya harus dengan penuh kerendahan hati menolak segala tawaran praktek okultisme. Pelayanan bimbingan lanjutan atau pemuridan itu sangat penting karena orang-orang yang dalam proses pemulihan perlu bertumbuh secara rohani.
V.           Hasil Penelitian
Pdt. M. Padang, S. Th mengatakan bahwa, peranan gembala sangat penting terhadap okultisme. Oleh karena itu seorang gembala harus mampu memperkenalkan konseli kepada Yesus Kristus dengan kuasa Roh Kudus dan kasih karunia Allah, memulihkan spritual, dan membantu konseli agar berubah menjadi seperti Kristus. Bagaimana caranya? Pendeta tersebut menjelaskan langkah-langkah untuk mengkonselingi okultisme yakni pertama kita harus mencari tahu siapa dan bagaimana sifat, tingkah laku, kehidupan sehari-hari si konseli  yang punya hubungan dengan okultisme. Bagaimana caranya? Pertama setiap manusia itu sudah punya pemahaman psikologis tertentu meskipun tidak maksimal, apalagi seorang hamba Tuhan pastinya pengetahuan psikologinya bisa dikatakan cukup bahkan ada yang sudah maksimal, sehingga bisa mempermudah untuk memahami seseorang. Setelah itu kita harus datang kerumahnya dahulu, kemudian kita ajak bicara.
Dalam dialog yang terjadi biasakanlah berbicara dengan berusaha untuk mencari kesempatan si konseli menuangkan kepribadian ataupun tentang kehidupannya. Kemudian berusahalah menjadi pendengar yang setia, agar si konseli merasa lebih dekat/ akrab dengan kita. Maka selanjutnya janganlah terlalu cepat untuk mengkhotbahi si konseli tetapi carilah celah-celah untuk memasukkan kebenaran Firman Tuhan. Karena dalam pengalaman beliau mengatakan bahwa terkadang ada juga si konseli ingin melepaskan okultismenya, dan itu pasti akan dialami semua orang ketika sudah hidup lama dalam okultisme karena katanya dia tidak menemukan arti hidup yang sesungguhnya dan hal itu hanya membuat kerugian dan melelahkan saja bahkan sampai-sampai dibenci dan dijauhi banyak orang.
Maka dalam pelayanan pelepasan ini, konselor tidak hanya melakukan pengusiran setan-setan, melainkan juga membuat analisis kehidupan konseli (riwayat hidupnya). Misalnya diselidiki apakah ia atau keluarganya terdekat terlibat dalam okultisme atau tidak. Jika ada, harus diadakan doa pemutusann atau penyangkalan, dan kadangkala disertai pembakaran jimat-jimat. Konseli kemudian dibimbing agar menyatakan secara pribadi iman kepada Kristus, merendahkan diri kepada Kristus, mengakui dosa yang pernah diperbuat di hadapan Tuhan, bertobat dari semua dosa, mengampuni orang bersalah kepada kita, memutuskan hubungan dengan semua bentuk okultisme dan agama palsu, mempersiapkan diri untuk dilepaskan dari semua kutuk dalam kehidupan, berpihak kepada Tuhan, melakukan pengusiran serta menyuruh untuk memiliki hubungan secara pribadi dengan Tuhan Yesus. Konseli ditolong memiliki satu kelompok persekutuan yang diharapkan dapat mempercepat proses kesembuhannya, misalnya di gereja atau mengikuti konseling kelompok.[22]
Dari hasil penelitian yang saya lakukan membuktikan bahwa konseling kristen/ pastoral berperanan positif dalam pembimbingan problema okultisme anggota gereja.
VI.        Kesimpulan
Konseling pastoral adalah pelayanan konseling yang unik, yang inti dan hakekatnya berbeda dari pelayanan konseling lain. Konseling Kristen didasarkan pada kebenaran Firman Tuhan. Konseling Kristen juga memiliki tujuan yang baik untuk membawa orang-orang atau menjadikan manusia sebagaimana yang dikehendaki Allah dalam Kristus Yesus. Jadi konseling Kristen merupakan pelayanan yang berbeda dengan lainnya karena menjadikan orang-orang sebagaimana yang dikehendak Kristus.
Konseling Kristen merupakan satu bentuk pelayanan yang sifatnya membantu. Konseling Kristen dilakukan oleh para hamba Tuhan ataupun orang-orang Kristen sendiri yang dididik dan latihan dari konselor Kristen untuk menolong, menguatkan orang lain berdasarkan pada kebenaran Firman Tuhan. Konseling Kristen yang efektif juga dapat dilakukan oleh kaum awam, orang-orang yang takut akan Tuhan, jujur, sensitif, bertangung jawab, dan mau membagikan kasus-kasus yang sulit kepada konselor yang lebih berpengalaman.
Dasar pelayanan konseling Kristen yaitu Firman Allah yang tertulis, yaitu standar kebenaran untuk menilai dan mengubah setiap sikap tingkah laku manusia. Setiap konsep bimbingan Alkitabiah harus dibangun atas dasar pemikiran bahwa sungguh ada pribadi Allah yang tidak terbatas yang telah menyatakan diri-Nya melalui Yesus Kristus. Firman yang hidup. Firman Allah dinyatakan melalui Alkitab harus menjadi standar kebenaran yang mutlak. Tujuan konseling Kristen secara spesifik memiliki sasaran yang paling utama dan yang terutama dalam pembimbingan yaitu memperkenalkan konseli kepada Yesus Kristus dengan kuasa Roh Kudus dan kasih karunia Allah dan membantu konseli agar berubah menjadi seperti Kristus.







VII.          Daftar Pustaka
Sumber Buku:
Anderson, Neil T.
1990,               Bebas dari Kuasa Gelap. Yogyakarta: Yayasan Andi.
Anderson.
1999,               Siapakah Anda Sesungguhnya. Bandung: Yayasan Baptis Indonesia.
Brill, Wesley J.
1999,               Dasar yang Teguh. Bandung: Yayasan Kalam Hidup.
Cipto, Lin Wenas.
2002,               Memenuhi Kerinduan Allah.  Jakarta: Betlehem Publisher.
Collins, Gary R.
2001,               Konseling Kristen yang Efektif. Malang: SAAT.
Crabb, Larry.
1999,               Prinsip Dasar Konseling.  Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel.
Hawkins, Craig S.
2004,               Seluk-Beluk Sihir. Diterjemahkan oleh Johny The. Yogyakarta: Yayasan Andi
Hickey, Marilyn.
2004,               Mematahkan Belenggu Kutuk. . Jakarta: Immanuel Publishing House.
John dan Mark Sandford.
1999,               Pelepasan dan Penyembuhan Batiniah.  Jakarta: Nafiri Gabriel, Mujono, Epafras.
L.Tobing, M. Victor.
2006,               Menyingkap Strategi Musuh. Medan: Yayasan Persekutuan Doa dan Penelaahan Alkitab.
2005,               Diktat Kuliah: Introduksi Konseling Kristen. Sem. III.
William W.
1999,               Setan Ada atau Tidak?. Bandung: Yayasan Kalam Hidup.
Prince, Derek.
1993,               Peperangan Rohani. Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil.
___________,
1994,               Tinggalkan Kutuk dan Terimalah Berkat. Jakarta: Yayasan Pelayanan Bersama Indonesia.
Ryrie, Charles C.
1991,               Teologi Dasar, Yogyakarta: Yayasan Andi.
Soekahar.
2002,               Satanisme dalam Pelayanan Pastoral. Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas.
Pdt. Minarni br Padang, S.Th.
2014,               Wawancara dengan Penulis. Via Telepon, 20 April 2014.
Pdt. Tani Sembiring, S. Th.
2014,               Wawancara dengan Penulis. Via Telepon, 20 April 2014


[1]Soekahar, Satanisme dalam Pelayanan Pastoral (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2002), 6.
[2]M. Victor L.Tobing, Menyingkap Strategi Musuh (Medan: Yayasan Persekutuan Doa dan Penelaahan Alkitab, 2006), 34.
[3]Charles C. Ryrie, Teologi Dasar,  Antoni Stevens, Haryono dan Xavier Quentin Pranata (Peny)
Bab I (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1991), 183.
[4]Wesley J. Brill, Dasar yang Teguh (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999), 193.
[5]Larry Crabb, Prinsip Dasar Konseling, Yefta Bastian, pen., Andreas A. P. Sitanggang (Peny)
(Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 1999), 15.
[6]Ibid..., 135.
[7]Craig S. Hawkins, Seluk-Beluk Sihir  (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2004), 92.
[8]Ibid..., 110
[9]Epafras Mujono, Diktat Kuliah: Introduksi Konseling Kristen (sem. III, 2005), 8.
[10]Ibid..., 19.
[11]Neil T. Anderson, Bebas dari Kuasa Gelap (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1990), 46.
[12]Ibid..., 46
[13]Anderson, Siapakah Anda Sesungguhnya (Bandung: Yayasan Baptis Indonesia, 1999), 205.
[14]Ibid..., 230.
[15]John dan Mark Sandford, Pelepasan dan Penyembuhan Batiniah (Jakarta: Nafiri Gabriel, 1999), 96.
[16]Derek Prince, Tinggalkan Kutuk dan Terimalah Berkat (Jakarta: Yayasan Pelayanan Bersama Indonesia, 1994), 73.
[17]Craig S. Hawkins, Seluk Beluk Sihir (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2004), 109.
[18]Anderson, Siapakah Anda Sesungguhnya (Bandung: Yayasan Baptis Indonesia, 1999), 233.
[19]Lin Wenas Cipto, Memenuhi Kerinduan Allah  (Jakarta: Betlehem Publisher, 2002), 75.
[20]Marilyn Hickey, Mematahkan Belenggu Kutuk  (Jakarta: Immanuel Publishing House, 2004), 209.
[21]Ibid..., 210.
[22]Wawancara dengan Pdt. Minarni br Padang, S. Th. Melalui via telepon pada tanggal 20 April 2014, pukul 08.30 WIB, dan kepada Pdt. Tani Sembiring, S. Th waktu hari senin 21 April 2014, pukul 12.30 WIB, yang mengatakan bahwa dalam konseling terhadap okultisme tujuan utama kita ialah memperkenalkan konseli kepada Tuhan Yesus Kristus dengan cara apapun yang sesuai dengan Firman-Nya, maka seorang pendeta harus bijak dan takuakan Tuhan serta mengandalakan Tuhan dalam konseling tersebut, bila perlu berdoa dan berpuasalah.

Minggu, 27 April 2014

Doktrin Sakramen Baptisan (Teologis-Dogmatis)


I.                   Pendahuluan
Baptisan adalah merupakan salah satu ajaran gereja yang paling prinsipil. Dalam konfesi Gereja-gereja ditegaskan adanya tiga ciri khas Gereja yang benar antara lain: (1) apabila dilaksanakan pemberitaan Firman Tuhan yang murni dan benar; (2) apbila berlangsung pelayanan sakramen, yakni baptisan dan Perjamuan Kudus; (3) apabila masih dijalankan hukum siasat Gereja yang didasarkan atas Kasih Kristus untuk melindungi kemurnian kehidupan warga Gereja serta menjaga pemberitaan Firman yang benar.
 Karena baptisan merupakan ajaran dan dogma Gereja yang sangat prinsipil, maka wajib diketahui, dipahami, dimengerti, dan dihormati oleh setiap orang percaya. Bahwa baptisan adalah ajaran dan dogma  atau ketentuan masing-masing denominasi gereja yang dirumuskan berdasarkan kepercayaan, keyakinan dan imannya terhadap pernyataan Allah sebagaiman tertulis dalam Alkitab. Oleh karena itu, setiap warga Gereja yang percaya harus memegang teguh ajaran itu dengan sungguh-sungguh. Dibawah ini penyaji akan menguraikan yang apa itu baptisan serta hal yang menyangkut didalamnya, sebab banyak orang yang beranggapan bahwa masalah baptisan merupakan soal biasa bagi warga jemaat. Ada yang mengatakan baptisan Protestan itu tidak sah, tidak benar, tidak sempurna dan tidak Alkitabiah.
II.                Pengertian Baptisan
Istilah baptisan berasal dari bahasa Yunani yaitu baptisma merupakan kata benda yang bebentuk nominative tunggal neuter yand diartikan dengan kata baptisan. Secara etimologi kata ini berasal dari kata baptw  yang berarti mandi atau masuk ke dalam air.[1] Menurut KBBI baptisan adalah penggunaan air untuk penyucian keagamaan khususnya sebagai penerimaan seseorang ke dalam agama Kristen.[2]
Baptisan Ini adalah sakramen inisiasi, yang masuk kita ke dalam perjanjian dengan Allah. Hal ini ditetapkan oleh Kristus, yang sendiri memiliki, kekuatan untuk melembagakan sakramen yang tepat, tanda, segel, janji, dan sarana kasih karunia, terus-menerus wajib pada         semua orang Kristen. Kita tidak tahu, memang, waktu yang tepat institusinya, tetapi kita tahu itu jauh sebelum kenaikan Tuhan kita. Dan itu dilambagakan di ruang sunat, Karena, seperti itu pertanda dan meterai Perjanjian Allah.[3] Teologi Wesley mengatakan baptisan dibentuk oleh pemahaman dasar tentang keselamatan sebagai pembaharuan dari gambar Allah dalam manusia.[4]
III.             Baptisan Menurut Pemberitaan Alkitab[5]
1.1  Baptisan Yohanes Pembaptis
Adapun ciri khas dari baptisan Yohanes adalah: pertama berpusat di sungai Yordan. Karena pelaksanaannya di sungai Yordan maka ada kemungkina besar baptisan ini dilakukan dengan cara menyelamkan. Kedua dilakukan kepada orang-orang dewasa. Hal ini jelas dari pemberitaan injil-injil sinoptis khususnya Lukas yang mengabarkan bahwa banyak orang dari kota pergi kesungai Yordan untuk melihat Yohanes Pembaptis. Ketiga maksud dan tujuan pelaksanaan baptisan Yohanes Pembaptis adalah untuk pertobatan
1.2  Menurut Markus 16:6
Yesus sendiri berkata demikian: siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi yang tidak percaya akan dihukum. Dalam ayat ini jelas sekali bahwa syarat untuk memperoleh keselamatan harus dengan percaya dan dibaptis. Jadi tidak cukup hanya percaya, berbuat baik, beragama dengan tekun tanpa dibaptis. Jika seseorang yang belum dibaptis, mati atau meninggal dunia baik pada masa anak-anak, pemuda atau remaja dan orangtua maka ia tidak mendapat jaminan keselamatan. Siapa yang harus dibaptis? Yesus sendiri tidak pernah membatasi siapa yang harus dibaptis. Yesus hanya mengatakan ‘Orang yang percaya’. Tentu hal ini jelas tidak ada batasan usia dan syarat-syarat yang lain maka kita tegaskan bahwa yang harus dibaptis itu adalah semua orang dan dalam segala usia. Apakah anak-anak termasuk bayi kecil sudah percaya? Alkitab dan iman kita menjawab sudah.
1.3  Baptisan sesudah masa Kebangkitan Yesus
Ada beberapa pemberitaan PB mengenai baptisan sesudah masa kebangkitan Yesus, antara lain: Matius 28:19 ‘Baptisan untuk semua orang’, Kisah Para Rasul 2:38-39 ‘baptisan untuk anak-anak’, Kisah Para Rasul 2:41 ‘semua kalangan dibaptis’, Kisah Para Rasul 8:36-38 ‘Baptisan sida-sida’ Kisah Para Rasul ‘baptisan dalam penjara’
1.4  Dari Baptisan Yohanes Di Sungai Yordan Hingga Gereja-Gereja Kristen Dewasa Ini
Baptisan yang Yohanes lakukan pada sungai Yordan semakin bergeser dan semakin berpindah hal ini sangat nyata dalam Kisah Para Rasul 2:38-39 sampai kepada gereja-gereja kita masa kini terbentuklah berbagai cara dan pola baptisan yang tidak bertentangan dengan kebenaran-kebenaran Alkitab. Atas dasar iman, kepercayaan dan pengakuan kepada Allah Bapa, Yesus Kristus Anak Allah dan Roh Kudus tadi maka seseorang dapat menerima janji anugerah Allah melalui baptisan dengan cara sebagai berikut: baptis selam, baptis siram, baptis percik, dan baptis campuran.
1.5  Awal Mula Baptisan Anak
Sejarah gereja tidak sedemikian jelas mencatat periodisasi dari pelaksanaan awal baptisan anak. Namun Rudolf H mengatakan bahwa baptisan anak sudah dilakukan sejak pembabtisan pertama dilakukan untuk 3000 orang sekaligus sebagaimana diterangkan dalam Kisah Para Rasul 2:41. Pada waktu itu semua lapisan masyarakat turut dibaptis, mulai dari anak-anak dan siapa saja berdasarkan Matius 28:19-20 sudah dibaptis . Berkhof mencatat bahwa terdapat keyakinan yang salah  tentang baptisan di kalangan warga jemaat purba sekitar tahun 100-200 sesudah masehi. Sehingga dari sini ada pandangan penting bagi kita bahwa semakin berkembangnya baptisan anak-anak ini di kalangan gereja purba adalah didorong oleh kuatnya anggapan yang menyatakan bahwa semakin cepat mereka dibawa ke pembaptisan semakin cepat pula mereka dilepaskan dari tangan dan kuasa iblis. Namun Harun hadiwijono mengatakan bahwa yang menjadi dasar baptisan anak memang bukanlah beberapa ayat dari PB, juga bukan iman anak yang dibaptis, melainkan ajaran tentang perjanjian Tuhan Allah yang diberikan kepada orangtua dan kepada anak-anaknya. Hal ini didasari oleh sunat yang menjadi tanda perjanjian Allah di dalam PL dan telah diganti dengan baptisan. Penggantian ini harus kita lihat dari sejarah penyelamatan Allah. Di dalam sejarah penyelamatan ini Tuhan Yesus Kristus menjadi pemenuhan hukum Tuhan Allah. Ia telah memenuhi peraturan sunat dengan korbanNya dikayu salin. Oleh karena itu Ia berhak menggantikan sunat dengan baptisan, sebagai perjanjian Allah dalam PB. Yang dipentingkan di sini ialah perjanjian Allah. Arti baptisan bagi para anak orang beriman sama dengan arti sunat bagi anak-anak Israel. Hubungan Tuhan Allah dengan umatNya di dalam PB sama dengan Hubungan Tuhan Allah dengan umatNya di dalam PL yaitu bahwa hubungan itu pertama-tama bukan bersifat perorangan, melainkan bersifat menyeluruh. Artinya Tuhan Allah pertama-tama berhubungan dengan umat Allah seutuhnya. P. Bruner dan W. Elet menilai baptisan anak-anak secara positif. Mereka menguraikan pandangan bahwa Allah sendirilah bertindak  dalam baptisan  dan bahwa keberadaan diri yang dibaptis tidak dapat  mempengaruhi terjadinya sakramen. Baptisan adalah karya dan Firman Allah sendiri dan dengan begitu tidaklah bergantung pada iman. Kepercayaan diartikan sebagai penerimaan perbuatan Allah dan bukanlah bahasan. Hal ini tampak jelas anak-anak yang tahu menerima dengan terbuka apa yang dihadiahkan kepadanya. Justru anak-anak yang diberkati Kristus dan kepada mereka dijanjikan Kerajaan Allah.  Pandangan Zwingli dan Calvin tentang Baptisan Anak cikal-bakal Sakramen Baptisan Anak Baptisan anak atau bayi ada karena sebagai usaha orang –orang untuk beradaptasi dengan model baptisan Perjanjian Baru, yaitu baptisan kepada anak-anak. Memang alkitabiah jika melihat alasan mengapa ada baptisan anak. Namun Gereja Timur memiliki pandangan lain dalam berpendapat adanya baptisan anak, yaitu bahwa baptisan anak-anak ada karena landasannya keadaan tidak berdosa dari anak-anak, bukan berlandaskan dosa asal. Dosa asal? Jika dipikirkan memang ada sangkut-paut antara baptisan anak dengan dosa asal. Meilhat sejarah bahwa manusia adalah pribadi yang berdosa, maka dari itu semua keturunan yang dilahirkan dari rahim manusia pun ikut berdosa, sehingga anak pun butuh pengampunan dan tanda sebagai pribadi yang terikat perjanjian dengan Allah. Bahkan penulis berpandangan bahwa baptisan anak muncul karena manusia tidak ada yang mengetahui tentang usia seseorang, sehingga dibuat baptisan anak dengan bertujuan untuk berjaga-jaga apabila anak yang baru dilahirkan meninggal atau anak yang tidak sempat dibaptis pada usia dewasa meninggal.  Pandangan Ulrich Zwingli
  Zwingli mau tidak mau harus menghadapi suatu kesulitan yang nyata dalam hubungan dengan baptisan anak.  Jawaban tradisional terhadap dilema ini adalah apa yang telah sedikit disinggung di sub-bab sebelumnya, yaitu untuk membersihkan kesalahan dosa asal. Argumen yang dipersoalkan itu membawa kembali pada Agustinus dalam awal abad kelima. Sementara itu,. jika Zwingli mengikuti argumen Erasmus, ia kesulitan dengan pengertian dosa asal dan cenderung pada pandangan bahwa anak-anak tidak mempunyai dosa asali yang melekat pada didi mereka yang perlu untuk tidak diampuni. Akibatnya, baptisan anak rasanya tidak mempunyai makna, kecuali jika nanti muncul alasan pembenaran teoritis lain tentang baptisan anak. Zwingli menunjukkan bahwa di dalam Perjanjian Lama bayi laki-laki disunat dalam beberapa hari sesudah kelahiran mereka sebagai suatu tanda akan keanggotaan mereka di dalam umat Israel. Sunat merupakan upacara yang ditetapkan oleh perjanjian dalam Perjanjian Lama untuk mendemonstrasikan bahwa anak yang telah disunat itu dihisab ke dalam persekutuan perjanjian. Anak itu telah            dilahirkan ke dalam suatu komunitas yang kini memilikinya, dan sunat meupakan suatu tanda keterhisaban ke dalam komunitas. Zwingli mengembangkan ide ini dengan menunjukkan bahwa baptisan adalah lebih lembut dari sunat, karena baptisan tidak melibatkan rasa sakit atau penumpahan darah dan lebih bersifat inklusif, dalam artian bahwa baptisan mencakup bayi laki-laki dan bayi perempuan. Baptisan juga merupakan suatu tanda keterhisaban ke dalam suatu komunitas, dalam hal ini adalah gereja Kristen. Fakta bahwa anak-anak tidak menyadari akan keterhisaban ini tidak relevan. Ia adalah seorang anggota dari komunitas Kristen dan baptisan adalah demonstrasi di hadapan umun akan keterhisabannya sebagai anggota komunitas ini. Pandangan John Calvin Calvin berpendapat bahwa sunat dan baptisan adalah sama, keduanaya adalah perjanjian yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Allah menyatakan dengan tegas bahwa penyunatan bayi itu akan bagaikan materai untuk memeteraikan janji yang terkandung dalam perjanjian itu. Kalau perjanjian itu tetap teguh dan pasti, maka itu berlaku bagi anak-anak orang Kristen sekarang, sama seperti hal sunat dulu menyangkut anak-anak orang Yahudi.
Bagi Calvin, manfaat baptisan anak-anak adalah mereka dimasukkan ke dalam tubuh gereja dan dengan demikian anggota-anggota lain lebih merasa bahwa mereka dalam arti tertentu dipercayakan kepadanya. Selanjutnya, jika mereka sudah dewasa, baptisan merupakan dorongan yang tidak kecil bagi mereka untuk sungguh-sungguh memuja Allah yang telah menerima mereka sebagai anak-anak-Nya.
            Jika memang Calvin memiliki pendapat seperti itu, berarti sebutan baptisan anak tidak lah pas, karena bukan mereka (anak-anak) yang mengasah iman mereka, tetapi orang-orang atau sebutan Calvin adalah anggota anggota tubuh Kristus. Mengingat bahwa butuh “usaha” sendiri dalam mendemonstrasikan iman yang dimiliki di hadapan umum.[6]
Anak-anak kecil harus dibaptis karena mereka tentu termasuk semua bangsa. Sekecil upaya kita untuk mengeyampingkan bayi dari baptisan , sekecil itupula keberanian kita untuk menyampingkan mereka dari bangsa. Karena kepada anak kecil itu pun Kristus menjanjikan kerajaan Allah (Luk. 18:15-17). Untuk masuk ke dalam kerajaan Allah mereka harus dilahirkan kembali di dalam air oleh Roh Yoh 3:5-6. Jadi anak kecil bisa menjadi bagian dalam perjanjian untuk menerima anugerah Allah melalui sunat, anak-anak kecil sekarang pun harus dibaptis[7].
Rudolf H mengatakan anak-anak itu harus dibaptis sebab banyak nats Alkitab yang mengatakannya seperti Mat. 28:19; Mrk 16; Kis. 2:38-39. Mengapa anak-anak harus         dibaptis? Supaya untuk memutuskan ikatan kekefiran, lalu untuk menerima anugerah keselamatan dan pencurahan Roh Kudus serta sebagai tanda bahwa Ia sudah Turut Mati dalam kematian Kristus dan Bangkit Bersama Kebangkitan Kristus(Rm. 6:3-4, Kolose 2:12).
IV.              Arti Dan Makna Baptisan Secara Teologis-Dogmatis
4.1  bersifat Lambang atau Simbol penyucian
Di dalam lambing dan symbol itu ada suatu proses dan peristiwa rohani yang sangat indah sekali. Sebagaimana air dipakai untuk membersihkan atau mensucikan seseorang demikianlah pembaptisan itu merupakan upacara kudus yang bertujuan untuk membersihkan manusia dari segala dosa dan dari kejahatan di hadapan Tuhan. Dalam Kisah Para Rasul 2:38 disebut demikian ‘Jawab Petrus kepada mereka: bertobatlah dan hendaklah kamu memberi masing-masing dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus’.
Atas dasar nats itu maka kita percaya bahwa dalam baptisan, kita memperoleh anugerah pertobatan, pengampunan dosa dan Karunia Roh Kudus.
4.2  salah satu ‘Sakramentum’
sakramentum artinya benda kudus, suci, perbuatak kudus, rahasia suci. Istilah itu berasal dari bahasa latin ‘Sacram’ sama dengan taruhan atau jaminan. Sacram adalah merupakan uang jaminan atau tebusan dalam suatu perkara. Bagi orang batak hal ini disebut sebagai singkroam yang diartikan sebagai awal daripada janji keselamatan. Tetapi bukan sampai disini saja tetapi masih ada yang perlu kita lunasi yakni berbuat baik sebagai tanda-tanda keselamatan yang telah kita peroleh dari Yesus Kristus. Inilah konsekwensi keselamatan yang sudah kita terima dari Yesus Kristus yang menyatakan keselamatan itu dalam hidup sehari hari kepada alam semesta dan seluruh manusia hingga maranatha kedua kali dala kemuliaan. Itulah keselamatan yang kekal yang dijanjiikan oleh Yesus Kristus akan diterima secara sempurna oleh orang percaya melalui mahkota kemuliaan bersama Yesus Kristus (Mat. 25:34; Yoh. 17:24; Rm 8:18).
Atas dasar pemahaman teologis yang demikian kita tegaskan sekarang bahwa baptisan bukan soal bagaimana cara, bentuk, tehnik membaptis, tempat dibaptis, apa dengan air sungai, air kolam, air bersih (aqua); dan lain-lain sebagainya. Tetapi baptisan adalah soal jaminan penerimaan akan anugerah karya keselamatan yang diperbuat oleh Yesus Kristus dan pewarisan hidup yang kekal.
4.3  Baptisan merupakan Tanda , Materai, Cap, Stempel atau Segel Keselamatan.
 Baptisan itu merupakan materai keselamatan dari Allah sekali dan untuk selama-lamanya berdasarkan Roma 6:10. Nats ini memberikan dua makna rohani daripada baptisan.  Pertama kita telah turut mati dalam kematian Kristus; kedua kita turut bangkit (hidup kembali) dalam kebangkitan Kristus.[8]orang yang  dibaptis bukan hanya dibaptis atau diselupkan ke dalam Kristus melainkan juga dibaptis ke dalam Roh Kudus. Baptisan juga disebut baptisan di dalam Roh. Yohanes Pembaptis berkata, bahwa Kristus akan membaptis dengan roh Kudus (Mrk. 1:8). Dari sini jelaslah bahwa ada hubungan antara materai dan Karunia Roh Kudus (Ef. 1:13). Oleh karena itu dalam Ef. 4:30 disebutkan bahwa Roh Kudus telah mematreikan kita menjelang hari penyelamatan. Semua ini menunjukkan dengan jelas bahwa Roh Kudus yang menjadi jaminan bagian kita itu dikaruniakan kepada kita sebagai tanggungan bahwa bagian kita yang akan dikaruniakan pada hari penyelamatan itu pasti akan dikaruniakan.[9]
4.4  Baptisan Adalah Perbuatan Allah
Perbuatan Allah yang dimaksudkan adalah untuk memberikan karunia atau berkat Ilahi berupa jaminan keselamatan bagi manusia yang percaya di dalam Yesus Kristus berdasarkan perintahnya dalam Matius 28:18-20 dan Markus 16:15-18. Perintah itu meliputi pekabaran Injil kepada segala makhluk dan suruhan membaptiskan mereka dalam nama Allah Bapa, Anak_Nya Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus.
4.5  Baptisan Merupakan Perubahan Status
Dalam Matius 28:20 dikatakan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Pekabaran Injil apabila diterima oleh manusia akan mengarahkan kepada “baptislah” itu artinya harus ada perubahan status[10]. Verkuyl mengatakan apabila seseorang budak dengan pembaptisan proselit maka statusnya akan berubah dan ia dari seseorang budak menjadi orang yang bebas. Membaptis dalam nama Allah Bapa dan Roh Kudus berarti suatu pengukuhan peralihan dari perbudakan dosa dan maut dan kuasa-kuasa gelap ke suasana kerajaan Mesianis. Menurut verkuyl pentingnya arti dan makna baptisan bagi orang percaya ialah suatu pembebasan, peningkatan status, dan kelepasan sesorang dari tangan iblis. Kita bukan lagi budak dosa yang harus tunduk dan patuh sepenuhnya kepada iblis. Konsekwensinya orang yang sudah dibaptis harus hidup baru, lepas dari segala kebejatan yang selama ini dikendalikan oleh perbudakan dosa.[11]
4.6  baptisan sebagai sarana Anugerah[12]
menurut Matius 28:19 orang bisa menjadi murid Yesus melalui baptisan, dan dalam  Markus 16:16 tertulis siapa yang percya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukuim. Dengan iman keselamatan diterima, dan dengan ketidakberimanan keselamatan ditolak. Karena itu baptisan pastilah merupakan sarana untuk menawarkan keselamatan kepada manusia. Baptisan juga melahirkan kita kembali dengan menumbuhkan iman yang berpegang pada pengampunan yang telah dijanjikan. Kita dilahirkan kembali dengan air dan Roh. Maka kehidupan rohani yang baru bekerja dalam diri kita, yaitu iman. Dalam baptisan kita dibangkitkan bersama Kristus melalui iamn kepada karya kuasa Allah.
Jadi baptisan bukan hanya menawarkan anugerah, melainkan juga menimbulkan iman, sebagai sarana untuk menerima tawaran anugerah ini. Baptisan mengupayakan pengampunan dosa, melepaskan dari kematian dan iblis, serta memberikan keselamatan kekal kepada semua orang yang mempercayainya, sebagaimana dinyatakan melalui Firman dan janji Allah. Maka dengan itu baptisan itu sangat perlu karena Tuhan yang menetapkan dan memerintahkan agar semau bangsa dibaptis (Mat. 28:19).
V.              Confessi Gereja-Gereja Protestan Tentang Baptisan
penyaji memberikan dua contoh confessi gereja untuk melengkapi pemahaman kita tentang baptisan, yakni gereja Huria Batak Protestan (HKBP) dan gereja Methodist Indonesia (GMI). Mengapa harus kedua gereja ini tidak ikut dengan gereja yang lain, sebab  gereja yang lain memiliki akar dogma yang sama.
4.1 Confessi Gereja HKBP
HKBp memberi penjelasan yang detail dan lengakap. Hal itu kita temukan pada pasal 10 bagian A yang mengatakan  kita harus percaya dan bersaksi: bahwa baptis Kudus itu adalah jalan pemberian anugerah Allah kepada manusia, karena melalui baptisan itulah disampaikan kepada orang yang percaya keampunan dosa, kebaharuan hidup, kelepasan dari maut dan iblis serta damai sejahtera yang kekal.
Selanjutnya konfessi HKBP juga menjelaskan dengan ajaran ini kita bersaksi: anak kecil pun harus dibaptis karena dengan baptisan itu mereka juga masuk ke dalam persekutuan yang menerima anugerah pengorbanan Kristus, berhubungan pula dengan pemberkatan anak-anak oleh Tuhan Yesus (Mrk 10:14; Luk 18:16). Pembaptisan tidak harus selalu dibenamkan ke dalam air. Selanjutnya konfessi HKBP ini dengan tegas mengajarkan beberapa hal penting bagi kita yaitu bahwa baptisan adalah jalan pemberian anugerah.  Yang paling penting bukanlah cara, tehnik, atau tempatnya dilaksanakan tetapi makna dan berkat yang kita dapati dari baptisan itu.       
Gereja HKBP juga mengenal dan melaksanakan baptisan dewasa yakni mereka yang dating dari kekafiran atau agama-agama lain sebagaimana kita temukan di Agenda HKBP nomor V halaman 11.
4.2 Confessi Gereja Methodist Indonesia (GMI)[13]
Gereja GMI merumuskan ajaran atau dogma tentang sakramen pada Diktum No. 16 dengan demikian: sakramen-sakramen yang ditentukan oleh Kristus bukanlah hanya tanda-tanda atau lambing yang menyatakan pengakuan orang-orang Kristen melainkan tanda anugerah dan kemurahan hati Allah kepada kita dengan mana Dia bekerja didalam batin kita, bukan hanya menghidupkan melainkan juga untuk memperkuat dan memperteguh Iman kita akan Dia. Adalah dua sakramen yang ditentukan oleh Kristus di dalam Injil yaitu baptisan Kudus dab Perjamuan Kudus. Sakramen ini bukanlah ditetapkan  Kristus supaya dipertontonkan atau diarak-arak, melainkan supaya kita mempergunakannya dengan sepatutnya. Tetapi barang siapa  yang menerima dengan tidak berlayak mendatangkan hukum atas dirinya seperti yang dikatakan Paulus dalam 1 Korintus 11:29.
Selanjutnya menyangkut tentang baptisan, dogma Gereja Methodist Indonesia meneybutkan demikian pada Diktum no 17 mengenai baptisan. Bahwa baptisan hanya satu tanda pengakuan Iman atau suatu tanda  yang membedakan orang-orang Kristen dari orang-orang yang belum dibaptiskan, tetapi  juga adalah suatu tanda kejadian manusia baru atau suatu kelahiran baru. Baptisan anak-anak haruslah tetap dipertahankan(buku 75 Thun Gereja Methodist Indonesia-GMI 1905-1980, Medan 13 Mei 1980, hal 30-31)
Dalam dogma GMI tentang baptisan ditekankan bahwa baptisan merupakan suatu tanda kejadian manusia yang baru atau kelahiran baru. Baptisan itu awal dari pada seluruh proses kerohanian kita. Sejak baptisan terjadi perubahan yang radikal dalam hidup orang percaya yaitu menjadi baru di dalam Kristus. Jadi hari dan tanggal baptisan orang Kristen haruslah diingat, dikenang dan dianggap suatu peristiwa besar sepanjang hidup, sebab itulah hari di mana kita resmi menjadi manusia baru.
4.3 Cara Baptisan
Dalam perkembangan dan prakteknya yang dilakukan oleh gereja-gereja bukan lagi harus dilaksanakan di dalam sungai atau memasukkan seseorang kepada Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus tetapi dengan berbagai cara dan tehnis dalam Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Ada dengan cara menyelamkan, memercikkan dan menyiramkan[14]
VI.              Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas penyaji menyimpulkan bahwa hal yang mendasar tentang baptisan ialan: pertama, ada beberapa ragam cara dan tehnik baptisan baik menyelamkan, menyiramkan, dan memercikkan dan campuran. Menurut gereja Protestan soal cara tehnis membaptis bukanlah pertentangan tetapi bagaimana memaknai dan melakukannya dengan benar di gereja masing-masing. Kedua, tempat pemandian suci juga tidak pernah di persoalkan oleh ajaran gereja Protestan karena semua itu sah dan benar. Ketiga, sentral dari pada baptisan ialah makna dan simbol-simbol baptisan. Baptisan itu upacara Kudus mensyahkan bahwa seorang resmi menjadi putra dan putri Allah. Keempat, baptisan merupakan lambang kematian dan kebangkitan Yesus Kristus hanya boleh berlangsung sekali unntuk selama-lamanya. Kelima, menurut confessi gereja-gereja secara khusus HKBP dan GMI dengan baptisan maka kita akan menerima keampunan dosa, kelahiran kembali, kelepasan dari ikatan iblis, dan keselamatan yang kekal. Maka sudah selayaknya doktrin ini menjadi penolong bagi semua orang Kristen untuk mempercayai baptisan itu berasal dari Allah, dan sebagai penyataan Allah di dalam diri manusia.

VII.          Daftar Pustaka
·            Burtner, Robert W & Chiles, Robert(ed),  John Wesley’s Theology (Nashville: Abingdon Press, 1983)
·            Dieter Becker. Theol, Pedoman Dogmatika (Jakarta: BPK GM, 1991)
·            Edward W. A. Kohler, Nursusilo Rahardjo (ed), Intisari Ajaran Kristen (Pematang Siantar, Kolportase GKPI, 2010)
·            Hadiwijono, Harun, Iman Kristen (Jakarta: BPK GM, 2010)
·            Pasaribu, Rudolf H, Iman Kristen (Jakarta; BPK Gunung Mulia, 2001)
·            Pasaribu, Rudolf H, Baptisan Ulang Itu Dosa (Medan: IKAPI, 2002)
·            Runyon, Theodore, The New Creation: John Wesley’s Theology Today (Nashville: Abingdon Press, 1981)
·            Xavior Leon, Ensiklopedia Perjanjian Baru (Yogyakarta: Kanisius, 1990)
·            Verkuyl, J,  Khotbah-Khotbah Masa Kini 1 (Jakarta: BPK GM, 1988)
·            75 TAHUN Gereja Methodist Indonesia-GMI 1905-1980, (Medan 13 Mei
1980)
·            http://richosianipar.blogspot.com/2012/01/cikal-bakal-dan-kontroversi-baptisan.html  


[1]Xavior Leon, Ensiklopedia Perjanjian Baru (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 156
[2] Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka), 93
[3]Burtner, Robert W & Chiles, Robert E (ed), John Wesley’s Theology (Nashville: Abingdon Press, 1983), 266
[4]Runyon, Theodore, The New Creation: John Wesley’s Theology Today (Nashville: Abingdon Press, 1981), 140
[5]Rudolf H. Pasaribu, Baptisan Ulang Itu Dosa Jangan mau tertipu (Jakarta: IKAPI, 2004), 25
[6]http://richosianipar.blogspot.com/2012/01/cikal-bakal-dan-kontroversi-baptisan.html
[7]Edward W A. Kohler,  Intisari Ajaran Kristen, 227
[8]Rudolf H. Pasaribu,,,.54
[9]Harun Hadiwijono, Iman Kristen(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 443
[10]Rudolf H. Pasaribu,,,.66
[11]Dr. J. Verkuyl, Khotbah-Khotbah Masa Kini 1 (Jakarta: BPK GM, 1988), 13
[12]Edward W. A. Kohler, Intisari Ajaran Kristen (Pematang Siantar: Kolportose Pusat GKPI, 2010), 222-223
[13]75 TAHUN Gereja Methodist Indonesia-GMI 1905-1980, medan 13 Mei 1980
[14]Rudolf H. Pasaribu, Iman Kristen(Jakarta: BPK GM, 2009), 21-22